Soal:
Carilah wacana yang membedakan pemanfaatan bahasa Indonesia pada
tataran ilmiah, semi ilmiah, dan non ilmiah. Uploadlah dalam satu judul (Tugas 2)!
Jawaban:
Tataran Ilmiah adalah laporan tertulis
dan dipublikasi yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah
dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika
keilmuan yang ditetapkan serta ditaati oleh masyarakat terkhusus kaum keilmuwan.
Tataran Semi Ilmiah adalah sebuah penulisan
yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannya pun tidak semiformal namun tidak sepenuhnya
mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering di masukkan
karangan berciri non-ilmiah. Maksud dari karangan non-ilmiah tersebut ialah
karena jenis Semi Ilmiah ini memang masih banyak digunakan misal dalam komik,
anekdot, dongeng, hikayat, novel, roman maupun cerpen, Contoh lain artikel,
editorial, opini, feuture, reportase.
Tataran Non Ilmiah (Fiksi) adalah Satu ciri
yang pasti ada di setiap tulisan fiksi yaitu isinya yang berupa kisah-kisah
cerita-cerita rekaan. Kisah maupun cerita rekaan itu dalam praktik penulisannya
juga tidak boleh dibuat sembarangan, seperti dalam unsur-unsur penokohan, plot,
konflik, klimaks, setting dll.
Tataran Non Ilmiah
(Cerpen) Nikmatnya Sedekah
Hari itu tepatnya hari Rabu, seperti biasa aku
bergegas menuju kampus dengan mengendarai sepeda motor. Karena hari sudah
siang, aku memacu sepeda motorku dengan kencang karena jarak rumah ke kampus
sekitar 28 km.
Nampak satu per satu
pengendara berebut menjadi pemenang bagaikan pertandingan balap yang diadakan
di arena. Terlihat saling angkuh antara pengendara satu dengan pengendara
lainnya seperti tak ingin kalah begitu pula aku.
Tak lama kemudian aku
pun sampai di kampus yang tak begitu besar, suasana masih sunyi hanya terlihat
beberapa mahasiswa mulai memasuki ruang kelasnya. Waktu menunjukan pukul 07.55
dimana perkuliahan akan segera dimulai. Aku duduk di dalam ruang kelas sembari
memainkan handphone kesayanganku menunggu perkuliahan dimulai.
“Tet… tet… tet..”
suara bel yang terkesan seperti suara bel anak taman kanak-kanak terdengar
nyaring di telingaku pertanda perkuliahan akan segera dimulai.
Seperti biasa sebelum
perkuliahan dimulai, selalu ada sesi motivasi dari dosen. Hal itu merupakan
bagian dari aturan di kampusku dengan durasi maksimal 15 menit.
“selamat pagi
semuanya” sapa Pak Widi dosen mata kuliah Enterpreneur memulai perkuliahan hari
ini.
“selamat pagi” sahut mahasiswa lain berbarengan. Mereka sangat bersemangat apabila mengikuti mata kuliah Entrepreneur yang diajarkan beliau, karena selain orangnya asik beliau juga selalu memberi masukan-masukan yang maknanya dalam.
“selamat pagi” sahut mahasiswa lain berbarengan. Mereka sangat bersemangat apabila mengikuti mata kuliah Entrepreneur yang diajarkan beliau, karena selain orangnya asik beliau juga selalu memberi masukan-masukan yang maknanya dalam.
“motivasi dari saya
hari ini adalah tentang arti bersedekah. Semua tahu arti sedekah? ada yang
rutin bersedekah di kelas ini?” Tanya beliau sebelum memulai motivasi.
“tahu, tapi nggak
sering ngelakuinnya pak” jawab beberapa mahasiswa dengan jujur.
Beliau berdiri menulis
sesuatu di whiteboard, hal ini membuat kami penasaran dan mencoba membaca apa
yang beliau tulis. “mari bersedekah” dua kata yang beliau tulis di whiteboard
mampu membuat kamu semakin tak mengerti dengan alur cerita motivasi pagi itu.
“baiklah. Perlu kalian
ketahui untuk menjadi pengusaha yang sukses, kita harus mengikuti ajaran dari
agama kita dengan benar apalagi semua yang ada di kelas ini mengaku beragama
islam. Salah satu ajarannya adalah bersedekah. Pengusaha yang ingin
kesuksesannya langgeng maka salah satu kuncinya adalah bersedekah. Karena apa?
Allah swt telah memerintahkan kita melalui Al Quran salah satunya surat Al
Ma’un dimana kita harus berbagi rejeki dengan anak yatim dan fakir miskin.
Disini saya akan menceritakan pengalaman nyata betapa besarnya dampak dari kita
bersedekah. Dulu waktu saya masih berada pada posisi di bawah dengan keadaan
ekonomi yang cukup sulit, saya merelakan semua uang gaji bulan itu untuk
bersedekah seraya berdoa semoga allah memberikan kemudahan rejeki dengan
berlipat ganda. Satu dua minggu saya masih seperti biasa dan hidup tanpa uang
gaji satu bulan, tapi di minggu ketiga tanpa sengaja ada orang menawari saya
sebuah pekerjaan dengan nominal yang cukup tinggi waktu itu hampir berkisar 350
juta. Sejak saat itu saya rutin bersedekah dan alhamdulilah sampai saat ini
saya tak pernah merasa kesulitan masalah ekonomi dan uang selalu datang
menghampiri saya dengan jalan yang bervariasi. Jadi kesimpulannya dengan
bersedekah, rejeki kita akan bertambah dan dilapangkan jalannya dan saya
berharap mulai saat ini kalian bisa menyisihkan uang jajan atau uang hasil
jualan untuk bersedekah di jalan yang benar bukan untuk hura-hura membeli
kemaksiatan” paparnya kepada mahasiswa.
Salah satu mahasiswa
mengajukan pertanyaan sebelum sesi motivasi ditutup. “Pak, sebaiknya bersedekah
itu ke siapa? kalo ke pengamen jalanan termasuk sedekah bukan?”
“bersedekah pastinya
yang utama ke orang yang membutuhkan. Kalo saya pribadi lebih memilih bukan ke
pengamen karena mereka menjual suaranya untuk mendapatkan uang sedangkan kalo
kita bersedekah ke seseorang bukannya kita tidak mendapatkan apa-apa dari
mereka. Lebih baik saran saya kalo tidak ke pengemis ya… lebih baik ke panti
asuhan atau ke pondok pesantren yang menggratiskan santrinya untuk menempuh
pendidikan”
“lh… kenapa bisa begitu Pak? Jadi kalo kita ngasih ke pengamen bukan dihitung sedekah?” Tanya mahasiswa lain penuh rasa keingintahuan.
“lh… kenapa bisa begitu Pak? Jadi kalo kita ngasih ke pengamen bukan dihitung sedekah?” Tanya mahasiswa lain penuh rasa keingintahuan.
“ya menurut saya
mereka menjual suara dan kita membeli suara mereka, jadi ada yang diperjual
belikan. Dan saya cenderung mengajak kalian bersedekah ke panti asuhan dan
pondok pesantren yang saya maksudkan tadi karena uang yang kita berikan bisa
bermanfaat untuknya. Pertama keduanya mendidik anak bangsa untuk meraih
cita-citanya yang kelak mereka bisa berguna dalam membangun bangsa ini” Mendengar
penuturan yang panjang lebar, semua mahasiswa terdiam sejenak meresapi nasehat
dan penjelasan dosen kesayangannya hari itu.
Hari berikutnya, aku
dan beberapa temanku sebut saja Isna, Aulia dan Husnul mulai mengikuti nasehat
pak dosen meski yang kami sedekahkan hanya sebagian kecil dari uang saku atau
uang hasil berdagang.
Kami memulai kegiatan
ini dengan rutin tiap minggunya baik ke pengemis maupun orang yang membutuhkan.
Sungguh diluar dugaan, sejak kami rajin melakukan kegiatan bersedekah tersebut,
nikmatnya mulai terasa di antaranya kami tidak pernah lagi merasa kesulitan
dalam hal rejeki karena selalu saja ada jalan atau pemberian yang tak terduga
dari orang di sekitar, selain itu bisnis kecil yang aku dan Isna jalankan mulai
memberikan hasil dengan ramai serta selalu ada pembeli tanpa mengalami
kerugian-kerugian bisnis seperti sebelum-sebelumnya sebelum mengenal arti
sedekah yang sesungguhnya.
“petuah dosen kita
benar adanya, hidup dengan cara agama yang benar dan dilakukan dengan hati yang
ikhlas ternyata mampu mengubah hal-hal di luar logika seorang manusia terbukti
dengan hal-hal indah yang tak terduga mengiringi perjalanan hidup kita” kataku
membuka pembicaraan di tempat kami biasa nongkrong yakni di dekat ruko tak
berpenghuni yang letaknya tak jauh dari kampus.
“setuju, dan itu semua terbukti pada diri kita
saat ini. Bersedekah ternyata membuat hidup kita semakin nikmat dan lebih
bahagia lahir maupun batin” Aulia ikut angkat bicara. Dia menatap ketiga wajah
teman-temannya dengan penuh senyum kebahagiaan. Isna bangkit dari tempatnya
menyendiri. “iya, benar ternyata rahasia di balik kesuksesan beberapa pebisnis
yang langgeng mereka selalu rutin menyedekahkan keuntungannya bukan memakan
semuanya”
“nah kalo begitu, kita harus berkomitmen untuk menyedekahkan sebagian harta yang kita miliki karena sebagian harta yang kita punya ada hak orang miskin betul?” “betul… betul… betul…” serempak kami menjawab pertanyaan Husnul seraya tertawa lepas. Semenjak saat itu pun kami berkomitmen untuk menjalankan aktivitas ibadah sebagaimana perintah Allah SWT..
“nah kalo begitu, kita harus berkomitmen untuk menyedekahkan sebagian harta yang kita miliki karena sebagian harta yang kita punya ada hak orang miskin betul?” “betul… betul… betul…” serempak kami menjawab pertanyaan Husnul seraya tertawa lepas. Semenjak saat itu pun kami berkomitmen untuk menjalankan aktivitas ibadah sebagaimana perintah Allah SWT..
Sekian
Cerpen Karangan: Enggar
Widianingrum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar