Senin, 06 Juli 2015

Cerpen Budaya Review


Pagelaran Terakhir


Adzan Isyak baru selesai berkumandang dari mikrophone tua masjid seberang jalan, sebentar lagi kewajiban akan tertunaikan oleh segelintir umat yang taat. Malam ini rombongan Kethoprak kami mendapatkan kesempatan menghibur penonton di halaman Balai desa seperti tahun-tahun kemarin. Tapi pagelaran tahun ini ada sesuatu yang mengganjal di hati kami, mulai dari banyaknya protes yang tidak setuju jika acara malam puncak seni di desa kami di isi dengan pagelaran kethoprak sampai kondisi kesehatan dari salah satu pemain andalan kami yang kian memburuk.
Bau asap rok*k murahan hasil sumbangan dari warga kami yang kasihan, bercampur dengan aroma bedak hasil patungan kami, mengiringi alunan suara gamelan yang di tabuh para niyogo kami membabar gendhing srepeg mataram terasa mendayu seperti menggambarkan suasana hati kami yang resah.

“Aku kira kamu benar-benar tidak jadi datang” sambutku membuka percakapan.
“Tenang kawan suara gamelan ini yang memaksaku datang lagipula di pagelaran terakhir ini aku tidak ingin mengecewakan penggemarku…” katanya sambil menghisap rok*k dalam-dalam.
“Uhuk… uhuk…!” batuknya memaksa untuk tidak melanjutkan kata-kata yang belum selesai.
“Kamu benar tidak apa-apa?” tanyaku sedikit khawatir, karena pesan singkat dari istrinya yang masuk ke telephon genggamku belum ku hapus “Mas, mohon maaf kondisi mas Didik kurang sehat mas cari penggantinya saja ya” begitu bunyi pesan singkat dari istrinya.
“Nggak apa-apa aku sudah minum obat…” katanya berusaha menyembunyikan sakit.
“Aku jadi apa malam ini…?” tanya nya.
“Biasalah… jadi musuhku… hahahahaha…” kataku sambil menepuk pundaknya.
“Dari dulu kita musuhan terus ya…?” tanyanya sambil tersenyum.
“Nggak apa-apa di panggung kita selalu jadi musuh tapi di belakang panggung kau adalah sahabat terbaiku…” balasku.
“Aku rias dulu… masalahnya aku keluar adegan pertama” katanya sambil ngeloyor ke sudut ruang ganti.
“Ya… kostummu sudah disiapkan sama teman-teman” jawabku.
Tari gambyong pari anom baru saja selesai di suguhkan sebagai tarian wajib untuk sebuah pagelaran kethoprak karena merupakan tarian pembuka yang berfungsi sebagai ucapan selamat datang untuk para penonton.
Adegan per adegan kami lakonkan dengan sepenuh hati, saatnya tiba adegan dimana aku dan dia beradu akting aku memerankan tokoh Ranggalawe dan dia memerankan tokoh Nambi, penonton ikut tegang ketika Ranggalawe tidak setuju dengan keputusan Raden Wijaya yang mengangkat Nambi sebagai Mahapatih Mangku Bumi di Majapahit, mereka seakan ikut hanyut terbawa alur cerita dan seakan kembali ke masa ratusan tahun silam.
Penonton yang tadi sore berjubel memenuhi halaman balai desa kini tinggal separuhnya, mungkin hanya tinggal penonton yang benar-benar pecinta kethoprak, hingga mereka penasaran untuk mengikuti sampai akhir cerita pertunjukan kami, atau bisa jadi mereka adalah orang-orang penderita insomnia, atau mungkin mereka masih menunggu anak-anak mereka yang belum mau diajak pulang.
Sepertiga malam telah berlalu…

Pertunjukan kami akhirnya selesai, suara gending ayak-ayak pamungkas karya Ki Narto Sabdo mengalun malas, semalas pesinden dan para niyogo yang mulai diserang rasa kantuk, juga membayangkan upah mereka yang tidak sesuai untuk harga menahan tidak tidur semalaman.
Penonton sudah sepi, kini tinggal para pedagang kaki lima yang sibuk mengemasi daganganya, wajah mereka sedikit berbinar membayangkan rupiah hasil untung dagangnya, aku ikut tersenyum ada perasaan bangga menyeruak dalam dada, “Ternyata pementasan ini membawa berkah tersendiri buat mereka” gumanku dalam hati.

“Baju merah kumpulkan sama merah, baju hitam kumpulkan sama hitam, kain batik di lipat yang rapi…” instruksiku kepada teman-teman, karena aku tidak mau harus mengganti rugi kepada pemilik baju-baju sewaan ini, pengalaman tahun kemarin tidak ingin kami ulang kembali, dimana kami harus patungan untuk mengganti kain batik yang hilang.
“Ini baju siapa…?!!” tanyaku dengan nada tinggi bercampur jengkel, karena di sudut ruang ganti ada tas plastik berisi baju satu set tergeletak tanpa ada identitasnya, peraturan yang kami sepakati bersama sesudah selesai pertunjukan baju yang sudah di pakai harus di lipat, dimasukan tas pastik, di beri identitas pemakainya.

“Nggak tau mas…” jawab Istiono pemeran Lembu Sora.

“Besok kalau ada yang hilang aku tidak mau ikut patungan” ancam Effendi pemeran Raden Wijaya, memang teman kami yang satu ini sedikit tempramental tapi pada dasarnya baik.
“Kayaknya itu kostumnya didik” sahut Rustam pemeran kebo Anabrang, mencoba mendinginkan suasana.
“Orangnya mana?!!! Wah gak tanggung jawab!!!” teriaku karena rasa jengkel yang sudah memuncak.
“Sabar yah… ayah jangan marah-marah…” istriku mencoba meredakan kemmarahan ku.
Kulirik istriku, kulihat dia menggendong anak kami yang sudah tertidur pulas, memang setelah ku lihat nyenyaknya tidur anak kami, rasa amarah kian mereda atau mungkin aku tidak tega membangunkan tidur anaku dengan teriakan ku.

“Ya sudah tolong di rapikan dan di data jangan sampai ada yang hilang seperti tahun depan” instruksiku.
“Siap komandan!!!” jawab Supat dan Peno serempak sambil menghormat kepadaku layaknya seorang tentara, duo pemeran dagelan kami ini memang dia paling bisa mencairkan suasana, tidak sia-sia mereka selalu jadi ujung tombak kami untuk mengocok perut penonton.
“Tam… tolong beritahu Didik besok tak tunggu di rumah…” kata ku.

“ya…” jawab Rustam pendek, rupanya pengaruh alkohol dari minuman khas daerah kami mulai bekerja, mungkin kepalanya sudah terasa pusing sehingga ingin cepat-cepat tidur.
Malam beranjak pagi, kurebahkan tubuhku di sela-sela teman-teman yang sudah mendahului ku menggapai alam mimpi.

Matahari mulai meninggi memaksa mata ku untuk tidak terpejam lagi, ku hapus mimpi dalam tidur yang tidak lebih 3 jam tadi. Semalam aku jadi seorang adipati tuban, sekarang… kembali ke kehidupan nyata yang penuh realita, demikian juga teman-teman yang lain mereka tinggalkan semua peran mereka tadi malam.

Tergopoh-gopoh Rustam menemuiku, “Lok… ada kabar buruk” katanya, memang aku sering di panggil Mbolok oleh teman-teman entah apa artinya aku sendiri tidak tahu, dan aku juga lebih nyaman di panggil seperti itu.
“Kabar buruk apa…?” kataku.
“Didik masuk rumah sakit” katanya.
“Masya Alloh… rumah sakit mana…?” tanyaku. Hilang sudah rasa jengkel, sekarang hatiku di
 penuhi dengan kekhawatiran.

“Bangilan…” jawabnya pendek.

“Tunggu apa lagi ayo kita ke sana…” kataku.

“Ayo…” katanya.
Motor Karisma butut ku menderu-deru, kupacu hingga kecepatan maksimal yang tidak pernah sampai 60 km/jam. Akhirnya kami sampai juga di Rumah Sakit.
Tidak sulit untuk menemukan ruang istirahat pasien di rumah sakit di kota kecil ini, Aku langsung masuk menemui nya.

“Aku menunggu di luar saja aku tidak tega melihat orang sakit” kata Rustam memang temanku yang satu ini walau berbadan kekar tapi berhati lembut dan paling tidak bisa menahan air mata ketika melihat penderitaan orang lain.

Di atas tempat tidur ber sprei putih, kulihat dia tergeletak lemas, tatapan matanya kosong, kedua tangan dan kedua lobang hidung nya terpasang selang yang aku tidak tahu apa fungsinya. Di samping kakinya yang kelihatan kurus duduk bersimpuh istrinya sambil memijit-mijit, mata istrinya sembab menandakan dia belum berhenti menangis dari tadi malam.
“Habis pulang pentas semalam, mas Didik langsung begini mas…” kata istrinya. Ada sedikit penekanan suara di kata “pentas semalam”, sepertinya dia ingin meminta pertanggungjawaban ku.
Kudekati dia, kuraba keningnya dingin… benar benar dingin… kucoba rapal do’a sebisa ku mulai dari do’a bahasa arab yang dulu diajarkan guru ngaji ku sampai do’a bahasa jawa kuno yang aku peroleh dari dukun di kampung sebelah, semua kurapalkan, aku berharap mudah-mudahan ada salah satu do’aku yang manjur.

“Dik… apa yang kamu rasakan…?” tanyaku. Dia menatap ke arah ku sambil tersenyum.
“Ronggolawe sing teko iki” (“Ranggalawe yang datang ini…”) jawabnya balik bertanya.
“Iya” jawabku.

“Nambi wis ora kuat…” (“Nambi sudah tidak kuat”) katanya.
“Sudah Dik… main kethoprak nya nanti saja kalau kamu sudah sembuh…” kataku.
“Tidak bisa… setiap tarikan nafasku, setiap detak jantungku, suasana panggung selalu ada dalam benaku, ragaku boleh mati, jasadku boleh termakan cacing tanah, tapi semua itu tidak akan bisa melunturkan kecintaanku pada kethoprak Lok…” katanya, aku diam belum sempat aku bicara dia meneruskan kata-katanya.

“Lanjutkan perjuangan kita Lok… masih banyak impian-impian kita tentang kethoprak yang belum tercapai, dulu kita merintis dari nol… kita main dengan iringan kaset tape yang kita edit, kita main dengan kostum alakadarnya, kita main tanpa geber, kita memimpikan bisa main dengan iringan gamelan asli, kita main dengan kostum kethoprak sebenarnya, kita main dengan panggung kethoprak sebenarnya, kita juga bermimpi ada donatur yang mengabadikan pementasan kita dengan syuting video, kita bermimpi kethoprak ini ada yang nanggap, kini semua sudah menjadi kenyataan, kamu tinggal melanjutkan Lok… ibarat jalan sudah kita babat tinggal melewati saja… Kita punya impian agar bisa tampil di layar televisi, kita akan geser sinetron-sinetron tidak mendidik itu, kita jadikan Kethoprak sebagai penyambung lidah rakyat, kita jadikan kethoprak sebagai corong syiar agama, kita jadikan kethoprak sebagai benteng masuknya kebudayaan barat yang tidak sesuai dengan norma-norma ketimuran… Lok… aku mau nembang…” katanya lirih.

“Ya nembang lah mungkin bisa sedikit mengurangi rasa sakitmu… kan suaramu lebih merdu dari suaraku…” sahutku.
Sayup-sayup terdengar syair tembang pamit ciptaan almarhum Gesang.
“Lilanono pamit muleh…”
Hening… sunyi… kutunggu lanjutan syair berikutnya, tapi tiada terdengar… malah jeritan histeris istrinya sebagai lanjutan syair tembang yang belum selesai di bawakanya. Kulihat Rustam menangis di balik jendela, sebelum sadar apa yang terjadi, tiba-tiba duniaku gelap… gelap dan tanpa terasa aku menangis.

Selamat jalan sobat…

Cerpen ini saya dedikasikan untuk seorang sahabat, seniman sejati, saudara kami, Didik Sugiarto Almarhum, semoga kau tenang di sana, walau ragamu kini tidak bersama kami, tapi semangatmu dan kecintaanmu terhadap kethoprak akan selalu jadi inspirasi buat kami, sobat… kami kehilanganmu…
Mbolok sitompul si pena tajam
Cerpen Karangan: Bolok Sitompul



 sumber: http://cerpenmu.com/cerpen-kisah-nyata/pagelaran-terakhir.html

Artikel Tulisan Softskill

Apple Music Sudah Bisa Digunakan di Indonesia


M Ilham Ma'aarij
14112746
3ka18


Kini Indonesia pun akhirnya dapat merasakan layanan music milik Apple. Pasalnya dalam waktu dekat ini Apple diklaim telah meluncurkan layanan musik terbarunya, Apple Music, di berbagai Negara, tak terkecuali di Indonesia. Melalui laman website resminya, Apple mengungkapkan bahwa  gabungan sejumlah layanan Apple yaitu Apple Music, Apple Music Radio, Beats 1 Radio dan iTunes Match, telah bisa dinikmati di lebih dari 115 negara.

Namun dua dari empat layanan tersebut, Apple Music dan Apple Music Radio, baru tersedia di 110 negara di hari peluncurannya, 30 Juni 2015. Sejumlah negara yang belum bisa menikmati layanan streaming musik tersebut di antaranya Israel, Taiwan dan Turki. Meski keberadaan Apple Musik telah pasti, namun sayangnya meski hari peluncuran Apple music dibeberapa Negara telah ditetapkan, Apple belum memberikan informasi mengenai jadwal peluncuran Apple Musik tambahan.

Kendati telah meluncur di berbagai negara, Apple mengingatkan bahwa tidak semua fitur Apple Music tersedia di setiap negara tersebut. Untuk melihat daftar lengkap negara yang sudah bisa menikmati layanan baru Apple tersebuT, Anda dapat mengunjungi link support.apple.com


Sumber: http://beritanet.com/news/15997/apple-music-sudah-bisa-digunakan-di-indo



Sekian

Tips Artikel Softskill

 Cara mendapatkan hasil foto Bokeh yang Creamy

M Ilham Ma'aarij
3ka18
14112746

226227988_2ba6109df8.jpg
Salah satu perbedaan utama antara indera mata dan lensa kamera anda adalah bahwa mata memiliki depth of field (DOF) hampir tanpa batas sementara lensa terbatas, ini membawa konsekuensi bahwa bidang fokus lensa tidaklah seluas mata. Dan fotografer terdahulu telah memutuskan untuk justru memanfaatkan kelemahan ini menjadi senjata. Lahirlah apa yang kemudian disebut bokeh.
Bokeh aslinya adalah kata dalam bahasa Jepang yang berarti ‘menjadi kabur’, jadi foto bokeh adalah karakteristik foto yang menonjolkan sebuah oyek utama yang fokusnya sangat tajam sementara latar belakang (dan atau depan) yang sangat kabur, atau dalam bahasa Inggris selective focusing. Dalam contoh foto cantik diatas (karya Sektor Dua), obyek utama muka model amatlah tajam, namun latarbelakang pintu menjadi tampak amat kabur (blur). Nah, sifat kabur inilah yang disebut bokeh. Bagaimana caranya supaya kita bisa menghasilkan foto bokeh yang seperti ini. Berikut yang bisa anda lakukan:
  1. Pilih mode manual atau Aperture Priority.
  2. Pilih setting aperture sebesar mungkin.
  3. Lihat tulisan f/x di lensa anda, semakin kecil x, semakin besar aperture dan semakin sempit bidang fokusnya
  4. Pikirkan tentang faktor jarak, yakni jarak didepan dan dibelakang bidang obyek.
  5. screenshot-001.jpg
    Misalnya anda berdiri 1 meter didepan teman (jarak depan = 1 meter) dan anda menjatuhkan titik fokus lensa pada mukanya. Teman anda berdiri sekitar 10 meter dari background terdekat (jarak belakang = 10 meter), maka background ini akan terlihat sangat kabur. Intinya, semakin kecil jarak depan (jarak antara lensa dan obyek) dan semakin besar jarak belakang (jarak antara obyek dan background) semakin kabur backgorund anda.
  6. Banyak berlatih dan usahakan anda membeli lensa dengan kemampuan aperture sebesar mungkin.
  7. Tip: Jika anda memang menyukai bokeh, lensa non-zoom dengan aperture super besar adalah cara tercepat mendapat bokeh (misal: 85mm f/1.8 & 50mm f/1.8, dua lensa ini adalah lensa super cepat dan super murah juga penghasil bokeh yang luar biasa)
Sekian


Sumber: http://belfot.com/tips-memotret-foto-bokeh-creamy/

Kamis, 02 Juli 2015

Tutorial Tulisan Softskill

12 Langkah Cara Menggunakan Kamera Analog Film 35mm Secara Umum 

M Ilham Ma'aarij
14112746
3ka18
        Di kesempatan ini admin akan coba membahas 12 Langkah Cara Menggunakan Kamera Analog Film 35mm Secara Umum. Admin membahas hal ini dikarenakan masih banyak yang bertanya bagaimana cara menggunakan kamera analog ini atau itu, terutama yang bertipe SLR. Saran dan komentar sobat-sobat admin harapkan agar kita bisa belajar dan diskusi bersama-sama. Sekali lagi admin tekankan bahwa media ini bukan hanya untuk jualan, tapi terbuka bagi sobat-sobat pecinta dan pengguna kamera analog, pemula maupun yag sudah expert untuk saling berbagi ilmu. Di kesempatan yang lain, admin telah membahas cara memilih kamera analog idaman sobat: Klik Di sini
        Setelah sobat memiliki kamera analog yang pas dengan sobat, biasanya untuk yang pemula atau yang baru pertama kali pegang kamera analog akan bingung dan berkata "Ini kamera gimana cara pakainya ya?" atau "Ini kamera sama umur gue tuaan ini kamera, pakainya gimana ya?" Apalagi kalau kameranya pemberian seseorang atau kebetulan nemu di gudang bekas peninggalan kakek atau ayah. Gak usah bingung sobat. Berikut sedikit admin ulas langkah-langkah menggunakan kamera analog 35mm secara umum:

Persiapan

1. Lihat basic kontrol pada kamera. Setiap kamera analog film 35mm memiliki kontrol dasar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pertama-tama sobat harus benar-benar memperhatikan dan mengerti fungsi dari setiap kantrol dasar tersebut. Bagi yang belum memahami kontrol dasar dari kamera analog, admin telah membahasnya pada artikel dasar-dasar kamera analog.
  •  Shutter speed dial. Set shutter speed mengikuti kondisi cahaya. Shutter speed berfungsi untuk mengatur kecepatan film ketika terkena cahaya. Bisanya kamera analog tahun 1960 dan seterusnya akan menunjukkan shutter speed dengan angka yang semakin meningkat, seperti B, 1/125, 1/250, 1/500 dan seterusnya. Shutter Speed kamera analog yang usianya lebih tua lagi, biasanya menggunakan angka-angka yang lebih aneh dan sewenang-wenang letaknya. Sedangkan letak shutter speed sendiri berbeda-beda setiap kamera analog. Secara umum letaknya ada di sebelah kanan atas. Tapi ada juga yang menyatu dengan mounting lensanya, seperti Olympus OM.
shutter speed pada Fujica ST801

Shutter speed dial pada Fujica ST 801
  •  Aperture Ring. Kontrol Aperture di setiap kondisi cahaya yang berbeda-beda. Aperture sendiri biasanya disebut diafragma atau bukaan, yakni bilah-bilah plat besi seperti kipas yag ada di lensa berfungsi untuk mengatur jumlah cahaya yang masuk melalui lensa. Untuk mengontrol aperture ini, ada ring (cincin) yang letaknya di lensa itu sendiri. Tetapi tidak selalu di lensa, aperture beberapa kamera analog SLR tahun 1980an dan seterusnya sudah bisa dikontrol dari kamera itu sendiri. Contohya sistem seperti Canon EOS tidak memiliki aperture ring sama sekali. Umumnya aperture ring yang ada di lensa, terletak di bagian belakang lensa atau di depan seperti lensa Industar dari Uni Soviet dan lensa OM-sistem. Aperture ditunjukkan dengan angka-angka seperti f/8, f/11 dan seterusnya. Semakin kecil angkanya, semakin besar bukaannya dan sebaliknya.
  • ASA Dial. Set ASA untuk untuk mendapatkan exposure yang berbeda. Pada kamera analog di tandai dengan tulisan ASA, yaitu sensitivitas film terhadap cahaya. Semakin tinggi ASA yang sobat gunakan, semakin sensitif filmnya terhadap cahaya. Hal ini akan berpengaruh kepada kecerahan hasil gambar yag sobat ambil. ASA sangat berguna pada kamera analog jenis automatic exposure. Letak ASA umumnya berdekatan dengan shutter speed dial, tapi ada juga yang terpisah di lensanya. Pada kamera SLR 35mm, set ASA dengan mengangkat ke atas shutter speed dial kemudian putar kanan-kiri. ASA sangat dipegaruhi oleh jenis film. Film yang berbebeda, membutuhkan exposure yang berbeda pula, misalnya film ASA 50 membutuhkan 2x exposure lebih lama dari film ASA 100. Beberapa kamera analog tidak membutuhkan ASA sama sekali, terutama kamera yang memiliki kontak elektrik.
Contoh ASA dial Nikon FM2 black
ASA Dial di Nikon FM2 Black
  • Mode Dial. Mode dial ini berhubungan dengan jenis kamera analog yang sobat miliki. Apakah full manual, semi-automatic atau full automatic exposure atau automatic exposure program. Jika kamera analog sobat full manual, maka tidak ada mode yang perlu di set. Sobat hanya memainkan shutter speed, ASA dan aperture. Bila semi-automatic, maka kamera analog sobat bisa digunakan secara manual dan auto dengan ditandai huruf 'A', seperti Nikon F3. Full automatic exposure, set mode ke automatic exposure dengan cara yang sama ke huruf 'A'. Maka kamera analog sobat akan secara otomatis mencari exposure yang memungkinkan, seperti Canon AE-1. Kemudian ada juga kamera analog dengan mode automatic exposure program ditandai dengan tulisan 'Program' atau 'P' pada meteringnya, yakni exposure telah ditentukan secara otomatis oleh kamera, akan tetapi sobat masih dapat memainkan shutter speed dan aperture ring. Hal ini memberikan keuntungan pada sobat utuk hanya lebih berkonsentrasi penuh kepada objek, seperti Canon AE-1 Program dan Nikon FA.
Mode Dial Nikon F3
Mode Dial Nikon F3
mode dial Canon AE-1
Mode Dial Canon AE-1
mode dial Canon AE-1 Program
Mode Dial Canon AE-1 Program
mode dial nikon FA
Mode Dial Nikon FA
  • Focusing Ring. Fokuskan lensa kamera sobat dengan melihat jarak ke objek. Pada umumnya, distance (jarak) lensa kamera analog terdiri dari feet (kaki) dan meter. Serta ada pula tanda infinity, yakni untuk memfokuskan jarak yang tak terbatas jauhnya. Beberapa kamera analog 35mm memiliki sistem fokus yang berbeda-beda, seperti kamera analog half frame dan compact (Olympus Pen EE dan Olympus Trip 35) menggunakan sistem zona yang sudah memiliki simbol. Ada pula jenis rangefinder (Zorki dan Fed) yang memiliki focusing ring berupa tuas di dekat viewfinder-nya. Sistem fokusing kamera analog ini nantinya juga akan berpengaruh kepada reflective metering untuk mendapatkan eksposur yang berbeda-beda. 
Tanda infinity pada lensa kamera analog
Simbol Infinity
Tuas fokus ragefinder Fed-2
Tuas Fokus pada Fed-2
Fokus zone Olympus trip 35
Sistem fokus Olympus trip 35 berupa zona dengan simbol
                 
  • Tombol Rewind. Tombol ini berfungsi untuk memungkinkan film/klise tidak terkunci atau terjepit (ngelos) pada batang kokangan yang berada di bagian dalam. Apabila film yang sobat pakai sudah habis (36 eksposur) dan sobat ingin mencabut filmnya dari kamera, sebelumnya sobat harus menekan tombol ini. Bila tidak ditekan, film tidak akan bisa digulung. Bila sobat paksa film/klise akan robek. Selain itu, tombol ini bisanya juga berfungsi untuk membuat multiply exposure/double exposure. Dengan menekan tombol ini saat pemotretan, sobat dapat memundurkan film ke frame sebelumnya. Normalnya tombol ini berukuran kecil dan terletak di bagian bawah kamera sejajar dengan kokangan.
tombol rewind Canon A-1
Contoh Tombol Rewind pada Canon A-1
  • Tuas Rewind. Pada umumnya tuas rewind ini berada di bagian sisi kiri tangan. Berfungsi untuk memutar film/klise masuk ke dalam tempatnya kembali (kalengnya) jika sudah habis. Dapat juga digunakan untuk membuat multiply exposure/double exposure dengan memutarnya sehingga kembali ke frame sebelumnya. Tapi inget sobat sekali lagi jangan lupa pencet terlebih dahulu tombol rewind-nya baru putar. Kemudian tarik tuasnya ke atas dan cabut kaleng filmnya. Pada kamera analog bentuk tuas rewind ini bermacam-macam. Di kamera analog SLR 35mm dan Half frame bentuknya berupa tuas. Tapi pada kamera jenis rangefinder bentuknya seperti tongkat bulat/knob. Beberapa kamera analog yang sudah memiliki motor seperti EOS (tahun 1995-ke atas), tidaak memiliki tuas rewind sama sekali. Untuk menggulung filmnya, ada yang berupa tombol dan ada yang sudah otomatis menggulung sendiri jika sudah habis. 
Tuas rewind Canon T50
Tuas Rewind Canon T50
tuas rewind Leica M
Tuas Rewind Leica M



Tuas rewind rangefinder zorki 4K
Knob Rewind Zorki 4K
2. Ganti Batre Jika Kamera Analog Kamu Menggunakannya. Hal yang perlu diperhatikan lagi adalah mengenai batre untuk kamera analog sobat. Banyak sekali dari sobat mungkin ragu untuk membeli kamera analog karena batrenya sudah tidak diproduksi lagi dan sulit untuk mendapatkannya sekarang ini. Batre pada kamera analog sangat diperlukan terutama untuk jenis full automatic. Pada jenis full manual hanya digunakan untuk menggerakkan lightmeter (optional jika feeling sobat sudah mantap). Memang benar beberapa kamera analog batrenya sudah tidak diproduksi lagi, terutama yang menggunakan batre Merkuri Px-625 1.35V seperti Practika dari Jerman Timur dan kamera-kamera analog dari tahun 1960an. Batre tersebut sudah dihentikan produksinya pada tahun 1980an karena masalah lingkungan. Kalau pun ada yang jual mungkin harganya lumayan mahal. Tapi jangan takut sobat, para fotografer yang menggunakan kamera analog sangat lihai untuk mengatasi masalah ini. Umumnya kamera analog yang menggunakan batre dapat diganti dengan batre universal LR44 1.5V yang masih dapat diperoleh di tukang jam. Sobat pun harus menyesuaikan voltage batre ini agar sesuai dengan kamera analog sobat. Akan tetapi tidak semua kamera analog dapat langsung menyala ketika menggunakan LR44 1.5V. Ada yang harus menggunakan lebih dari 2 buah LR44 seperti Canaon AE-1 (5buah), Yashica MG-1 dan Electro 35 GSN (7buah). Dapat pula 1 buah CR2 (masih ada dipasaran) diganjal dengan 2 buah LR44 Selain itu ada juga yang menggunakan 1 buah tetapi harus diganjal dengan kertas atau plat besi kecil. Pokoknya sobat harus bereksperimen agar voltagenya cocok. Batre kamera analog dapat bertahan 1-2 tahun. Namun dianjurkan untuk melepasnya jika kamera tidak digunakan, karenaa dapat merusak rumah batrenya. Di samping itu, bila sobat ingin memasukkan batre ke dalam rumah batrenya, dianjurkan kembali jangan dipegang menggunakan tangang/jari. Hal tersebut dapat mengganggu voltage dari batre tersebut karena tubuh kita dapat mengalirkan listrik. Gunakanlah kain atau tissue halus.

Penampakan CR2
CR2
Penampakan LR44
LR44

Penampakan PX-625
Contoh Batre PX-625

3. Periksa Apakah Film/klise Sudah Loading (termuat) dengan Benar. Hal ini merupakan kesalahan yang sering terjadi terutama pada pemula yang baru menggunakan kamera analog. Terkadang kita merasa bahwa film/klise yang baru kita masukkan telah siap untuk dijepret. Namun setelah jepret sana jepret sini dan tiba waktunya untuk diambil ternyata ketika kita buka tutup belakang kamera, film/klise tidak tergulung sama sekali di take-up spool. Lalu bagaimana admin memastikan film/klise yang kita pakai sudah masuk ke lubang take-up spool? Pastikan bahwa film/klise benar-benar sudah masuk/terjepit ke dalam lubang take-up spool ketika memasangnya. Kemudian coba sobat kokang dan perhatikan apakah tuas rewind ikut berputar. Apabila tuas rewind tidak ikut berputar, berarti film yang sobat masukkan belum loading/termuat dengan benar. Jangan memasang film ataupun membuka tutup belakang kamera ketika sedang terisi film di bawah terik matahari. Karena hal tersebut dapat merusak kualitas dari film/klisenya. Usahakan melakukannya di ruangan yang redup cahaya.
Bagian-bagian dalam Nikon FM2
Detail Bagian dalam Nikon FM2
4. Meloading/Memuat Film. Walaupun katrid film 35mm dibuat untuk menangkap cahaya, namun bukan berarti saat memasang film sobat dapat melakukannya di bawah terik sinar matahari. Seperti yang admin katakan di atas, usahakan sobat melakukan loading/memasang film indoor (dalam ruangan) atau di tempat yang teduh. Berikut cara-cara memasang film 35mm ke dalam kamera analog berdasarkan jenis loading kameranya:
lubang klise pas dengan take-up spool
Lubang klise masuk ke sprocket dan take-up spool
    cara memasang film ke kamera
    Cara Memasang Film/klise






  • Rear-loading Camera. Jenis loading kamera ini adalah yang paling umum sobat jumpai dan biasanya terdapat di kamera analog jenis SLR. Rear-loading memiliki engsel yang terbuka untuk mengekspos ruang film (film cassette chamber) dengan menarik ke atas tuas rewind. Fungsi rear-loading adalah untuk membuka bagian belakang kamera. Ada kamera analog yang langsung terbuka bagian belakangnya ketika tuas rewind ditarik ke atas, namun ada pula yang harus menggeser sebuah tuas kemudian menarik tuas rewind ke atas baru terbuka, seperti Nikon seri F dan FM. Setelah tutup belakang terbuka, masukkan roll film ke dalam ruang film (biasanya di sisi kiri) dan turunkan tuas rewind agar menjepit roll film. Kemudian tarik ujung klise sambil menahan roll film dan masukkan ke dalam lubang take-up spool. Perhatikan juga bahwa lubang-lubang pada klise harus masuk ke dalam sprockets spool agar ikut tergulung ketika dikokang. Setelah itu, kokang sekali dan perhatikan apakah klise tergulung pada take-up spool dan tuas rewind ikut berputar. Biasanya berikan 2 jepretan/frame kosong untuk memastikan klise benar-benar tergulung. Terakhir putar sedikit tuas rewind ke belakang agar klise tidak kendur dan tutup kembali bagian belakang kamera. Kamera sobat siap unttuk mengabadikan momen-momen terindah dalam hidup sobat.
Rear-loading nikon fe
Rear-Loading Nikon FE
  • Bottom-Loading Camera. Loading film pada jenis kamera ini biasanya terdapat di bagian bawah kamera, seperti produksi awal Leica, FED, Zorki, Agfa, Zenit dan lain sebagainya. Umumnya bottom-loading camera berupa kunci yang harus diputar sehingga tutup bawah untuk mengekspos tempat film terlihat. Jumlah kunci ini berbeda-beda pada setiap kamera. Ada yang hanya memiliki satu buah di tengah-tengah dan ada yang memiliki 2 buah di kiri-kanan bagian bawah kamera. Untuk memasukkan film ke kamera jenis loading ini memang agak susah, terutama bila menggunakan film 120mm. Sobat harus memotong ujung klise beberapa inchi sehingga menjadi lebih panjaang dan tipis agar masuk ke dalam take-up spool dan pas dengan jumlah frame.
memasang film argus
Bottom-loading Argus C44 maade in Amerika
klise 120 dipotong agar masuk
Memotong klise 120mm
5. Set ASA/Film Speed. Atur ASA yang ingin sobat gunakan. Biasanya ASA yang digunakan sama dengan ASA pada info film yaang sobat beli. Misalnya, sobat beli film ASA 200 atur ASA 200 pula pada kamera sobat. Tarik ring pada pengaturan speed dan putar ke kiri-kanan untuk pilihan ASA. Ingat sobat! semakin besar ASA yang dipakai, semakin cerah hasil yang dihasilkan. Oleh karena itu, coba sobat bereksperimen pengaturan ASA di kondisi cahaya yang berbeda-beda dengan melihat Over- atau Under exposure pada lightmeter. 
peengaturan asa kamera analog
ASA K1000



pengaturan ASA K1000
Pengaturan ASA K1000

Shooting
       Akhirnya sobat semua kita sampai pada bagian shooting/mengambil gambar. Intinya teori tanpa praktek tidaklah ada gunanya. Sobat harus berani menghabiskan ber-roll-roll film dalam tahap pembelajaran dan selanjutnya gunakan insting sobat untuk bagaimana mengirit film kedepannya. Bila kamera sobat sudah siap semua dan sobat sudah paham betul tombol-tombolnya, saatnya untuk mengambil gambar dan kembangkan kemampuan fotografi sobat. Bagaimanapun kamera tua kadang-kadang mengharuskan sobat untuk mengatur segala sesuatunya sendiri, apalagi kamera analog full manual yang mana kamera film modern atau digital akan mengaturnya untuk sobat secara otomatis.

1. Fokuskan bidikan Sobat. Pertama-tama admin akan menguraikan sedikit beberapa kamera analog berdasarkan sistem fokusnya sambil melihat bagaimana cara memfokuskannya. Hal ini nantinya cukup berpengaruh agar sobat dapat memfokuskan bidikan sobat dengan benar karena beberapa kamera anaalog SLR yang sudah tua, aperture-nya tersambung ke metering. Kadangkala sobat harus menurunkan aperture-nya untuk menyesuaikan metering dan akibatnya viewfinder menjadi agak gelap dan menyulitkan sobat untuk melihat apakah sudah fokus atau belum.
  • Auto-focus camera. Kamera analog dengan sistem fokus ini mulai muncul sekitar pertengahan tahun 1980-an dan seterusnya. Biasanya kamera ini tidak memiliki ring fokus atau switch manual/auto focus baik pada lensa maupun di bodi kamera. Bagaimana cara fokusin ini kamera min? Cukup sobat tekan tombol shutter setengah dengan lembut. Ketika fokus diperoleh (biasanya ada indikasi di viewfinder atau dengan suara bip) maka kamera sobat siap untuk mengambil gambar. Keuntungan kamera analog dengan sistem fokus ini adalah ia memiliki eksposur otomatis juga, sehingga sobat tidak usah sibuk-sibuk untuk menyeting eksposur.
canon eos 650
Canon Eos 650 Auto Focus Analog Camera
  • Manual focus SLR camera. Mudahnya untuk membedakan kamera analog SLR (single lens reflex) atau bukan adalah dengan melihat ukuran viewfinder dan prisma. Analog SLR biasanya memiliki vwiefinder yang lebih besar dan pentaprisma yang menonjol (di atasnya umumnya untuk hot shoe flash). Untuk memfokuskan kamera analog jenis ini, sobat cukup memutar ring fokus pada lensa hingga gambar menjadi jernih. Kebanyakan kamera analog manual fokus memilliki dua fokus bantu berupa split image dan microprism ring agar memudahkan sobat mengetahui apakah sudah dalam keadaan fokus. Split image berada tepat di tengah yang membagi gambar menjadi dua bagian bila tidak fokus dan sebaliknya. Sedangkan microprism ring berada di bagian luar split image dan akan blur bila tidak fokus dan sebaliknya. 
informasi fokus kamera analog
Bagian-bagian focusing Nikon FM



Split image dan microprism kamera analog tidak fokus
split image dan microprism tidak fokus

  • Viewfinder Cameras. Kamera jenis ini sangat mirip dengan rangefinder. Tapi sobat tidak akan menyatukan dua bayangan seperti kamera rangefinder pada umumnya. Namun demikian, kamera ini dibekali dengan bantuan gambar ikon untuk menentukan jarak seperti jarak untuk memotret orang (single person), orang dalam jumlah banyak/grup dan landscape. Bidik objek sobat semaksimal mungkin. Setelah itu sobat tinggal set asa dan speed, itulah fokus pada kamera ini. Lebih mudah dan banyak menebaknya dengan feeling.

contoh kamera viewfinder voigtlander vito cD
Voigtlander contoh terbaik kamera analog viewfinder
2. Atur Eksposur. Seperti yang sudah admin bahas pada artikel sebelumnya Di sini, bahwa kamera-kamera analog pun memiliki pembacaan metering yang berbeda-beda terhadap cahaya. Ada matrix, spot, center weighted dan parsial. Setiap pembacaan metering ini pun memiliki kelebihannya masing-masing. Namun demikian, pembacaan metering ini terkadang membuat kesulitan kepada sobat untuk mendapatkan eksposur yang tepat. Karena mereka pada umumnya hanya membaca area kecil di tengah frame. Apalagi bila sobat memakai kamera analog yang memiliki spot metering, pembacaannya paling banyak tepat di tengah frame. Lalu bagaimana kalau objek yang sobat ingin foto tidak berada tepat di tengah frame (off-center)? Yang sobat harus lakukan adalah arahkan kembali kamera sobat ke objek yang ingin sobat jadikan pusatnya, tunggu hingga metering melakukan pembacaan, dan kemudian bingkai kembali (reframe) bidikan sobat. Berikut ini adalah ulasan admin agar sobat mendapatkan eksposur yang tepat dari setiap tipe kamera analog yang berbeda-beda:
  • Fully Automatic Exposure Camera. Kamera analog yang memiliki eksposur benar-benar otomatis adalah yang paling mudah untuk digunakan. Ciri-ciri kamera jenis ini yaitu sobat tidak memiliki kontol sendiri untuk mengganti shutter speed dan aperture, seperti halnya kamera analog compact Olympus Trip 35. Bisa juga bila kamera sobat memiliki mode 'Program' atau 'Automatic' seperti Canon AE-1 Program atau Pentax K2. Enaknya pakai analog yang memiliki jenis eksposur seperti ini adalah sobat tidak usah susah-susah atur shutter speed atau aperture lagi. Semuanya sudah dilakukan secara otomatis. Lebih enak lagi bila kamera sobat sudah memiliki mode untuk mengatur pembacaan metering, seperti matrix, evaluatif dan lain sebagainya.
Canon A-1 tampak depan
Canon A-1 salah satu kamera analog pertama dengan mode fully automatic program
  • Kamera analog dengan aperture-priority automatic exposure. Kamera analog jenis ini masih memungkinkan sobat untuk mengatur aperture/bukaan sendiri tetapi kemudian ia akan memberikan bacaan shutter speed secara otomatis yang harus digunakan oleh sobat. Intinya sobat masih harus mengetahui berapa aperture/bukaan yang sobat pakai di kondisi cahaya yang berbeda-beda dan sisanya akan diberitahu oleh kamera sobat. Tetapi tentunya sobat jangan memilih aperture yang memaksa kamera analog sobat untuk menggunakan shutter speed yang lebih cepat atau lebih lambat dari yang tersedia, cukup sesuaikan aperture yang lensa sobat miliki.
Canon AV-1 tampak depan
Canon AV-1 Analog Aperture-priority automatic exposure
  • Kamera analog dengan shutter-priority automatic exposure. Kamera analog jenis yang satu ini merupakan kebalikan dari aperture-priority automatic exposure. Pada kamera analog ini shutter speed sobat sendiri yang atur tetapi bacaan aperture/bukaan akan diberikan secara otomatis. Namun kembali lagi yang perlu sobat perhatikan adalah ketersediaan aperture/bukaan yang lensa sobat miliki. Pilih shutter speed yang sesuai dengan kondisi cahaya ketika sobat mengambil gambar. Nantinya apakah sobat akan membuatnya jadi freeze atau blur.
  • Kamera Analog Full Manual. Untuk jenis kamera analog full manual, pencarian eksposur yang tepat dilakukan dengan sangat sederhana dan menuntut kepekaan feeling sobat. Aperture/bukaan, shutter speed dan ASA, sobat sendirilah yang menentukannya. Pada kamera analog full manual tidak terdapat alat bantu khusus seperti pada jenis-jenis kamera analog lainnya. Satu-satunya alat bantu adalah lightmeter yang berupa jarum atau lampu indikator yang dapat kita lihat melalui viewfinder. Lightmeter ini digerakkan oleh sensor cahaya yang terhubung dengan shutter speed, aperture dan ASA. Umumnya, untuk menghidupkan lightmeter pada kamera analog full manual dibutuhkan 1-2 buah baterai LR44. Namun ada pula lightmeter berupa selenium cell yang tidak memerlukan baterai sama sekali. Jarum akan bergerak otomatis ketika sensor terkena cahaya. Untuk menentukan eksposur, jarum akan bergerak ke atas (biasanya terdapat tanda '+') bila cahaya yang masuk berlebih. Hal tersebut menandakan over-exposure. Bila cahayanya kurang, jarum akan mengarah ke bawah/tanda minus yang berarti under-exposure. Agar eksposur tepat, sobat harus berusaha mencari sendiri dengan mengubah-ubah shutter speed, aperture dan ASA di setiap kondisi cahaya yang berbeda-beda agar jarum mengarah ke tengah-tengah yang menandakan correct exposure. Pada Nikon, jarum/lampu indikator akan mengarah ke tanda 'O' bila eksposur berada di posisi yang tepat. Untuk sobat yang sedang atau ingin belajar menggunakan kamera analog full manual agar 'benar-benar full manual', sobat bisa mencobanya dengan tidak menggunakan lightmeter. Cabut saja baterainya dan gunakan feeling sobat. Namun sobat sudah harus hafal betul mengenai segitiga eksposur. Bila feeling sobat belum terlalu peka, sobat bisa membuat sendiri sunny 16 rules sebagai acuan. Terakhir bila benar-benar sudah terasah, gunakanlah kamera analog rangefinder atau viewfinder dengan atau tanpa selenium cell (terutama buatan Jerman) dan rasakanlah sensasinya. 
Nikon fm10
Nikon FM10 Contoh Kamera Analog Full Manual

3. Bingkai Bidikan dan Jepret. Setelah mendapatkan eksposur yang tepat, selanjutnya yang sobat harus lakukan adalah framing (membingkai) bidikan sobat. Mengenai framing ini, admin tidak akan terlalu detail dalam mengulasnya di sini karena admin akan membahasnya di postingan lain. Intinya ketika membingkai objek bidikan sobat, usahakan membuatnya seartistik mungkin. Hal tersebut berhubungan dengan angle (enggel). Sobat pun harus belajar mengenai hal ini. Umumnya pemula akan menempatkan objek bidikannya di tengah-tengah (pusat) frame. Cobalah sesuatu yang berbeda, misal menggunakan wide-angle, membuatnya menjadi simetris, objek berada di sebelah kanan frame dan background agak melebar ke sebelah kiri frame dan lain-lain. Bila telah mendapatkan angle yang dirasa sudah bagus untuk framing selanjutnya jepret.

4. Jepret sampai Frame terakhir. Pada kamera analog 35mm frame berjumlah 36 eksposur dimulai dari tanda S-36. Jangan lupa untuk melihat counter number di dekat kokangan untuk kamera analog jadul. Untuk kamera analog semi DSLR bisa dicek pada viewfindernya, akan muncul informasi berapa jumlah frame yang tersisa dan sudah terpakai. Bila film sudah habis biasanya kokangan akan stuck. Dalam keadaan demikian kokangan jangan sobat paksa, cek kembali jumlah frame yang sudah terpakai. Namun bila film belum habis dan kokangan macet, itu berarti ada masalah dan harus diservis. Bila film sudah habis, tekan tombol rewind di bagian bawah kamera dan putar rewind crank-nya. Setelah sudah terasa enteng, baru bagian belakamg kamera dibuka dan roll film diambil. Jangan lupa untuk melakukannya di tempat yang teduh.

5. Proses Film Sobat (cuci). Roll film setelah digunakan, alangkah baiknya segera diproses (cuci). Karena bila terlalu lama disimpan akan menimbulkam jamur di klisenya. Namun jika memang ingin diproses untuk jangka waktu yang lama, simpan di tempat yang tidak lembab. Biasany pengguna kamera analog akan menyimpannya di freezer lemari es. Mengenai cuci film ini, admin juga nanti akan membahasnya di artikel lain. Datang ke tempat cuci-cetak film yang masih  menerimanya. Di Jabodetabek masih banyak tempat  yang menerima jasa cuci film negatif. Untuk film BW (black and white) dan slide memang agak sulit menemukan yang masih memprosesnya secara tradisional, terutama untuk mendapatkan kontras yang bagus pada film BW.

6. Cek Film untuk Kesalahan Eksposur. Hal yang sobat harus perhatikan ketika dalam tahap belajar kamera analog adalah selalu cek hasil foto sobat setelah dicuci. Ada baiknya sobat cetak atau dijadikan file JPG, tapi jangan diedit loh. Ini dilakukan untuk mengecek kesalahan eksposur. Cara mudah untuk mengecek kesalahan eksposur adalah dengan melihat under-and over-exposure. Bila setelah dicuci dan sobat cetak/scan ternyata hasilnya kegelapan berarti underexposure dan sebaliknya bila keterangan berarti overexposure. Oleh sebab itu sobat, biasanya di bagian belakang kamera analog yang bertipe SLR 35mm selalu terdapat tempat note untuk catatan shutter speed, aperture dan ASA yang digunakan per frame. Ingat selalu segitiga eksposur untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Misal, ketika motret sobat catat semua per frame dan setelah cuci-cetak hasilnya agak gelap (underexposure) di ASA 400, shutter speed sekian dan aperture sekian. Lain waktu sobat motret lagi di kondisi cahaya yang sama, kemudian sobat ingat kemarin underexposure di ASA 400. Sekarang sobat turunin jadi ASA 200, setelah dilihat hasilnya ternyata pas.

7. Selalu Sedia Roll Film dan Motret lagi. Demikianlah sobat cara menggunakan kamera analog film 35mm secara umum. Intinya jangan takut menghabiskan ber-roll-roll film ketika sedang belajar dan terus  mencoba motret untuk mendapatkan eksposur yang tepat. Bandingkan hasil yang satu dengan yang lainnya. Minta pendapat kepada teman atau saudaraa mengenai foto sobat dan lihat ekspresi mereka. Terima kasih, semoga bermanfaat!

Sekian

Tanggapan: dari artikel tersebut bahwa setiap ingin melakukan  berbagai hal tentunya ada hal yang  harus dipelajari terlebih dahulu. dalam penggunaan kamera analog ini tergolong hobi yang sudahh amat jadul, akan tetapi  menjelang akhir tahun 2010 mulai lah para fotografer banyak menggunakan kembali kamera analog ini. kebiasaan ini akhirnya berlanjut hingga tahun ini. para muda mudi di Indonesia khususnya yang menggemari fotografi kini mulai menyukai dan memakai berbagai jenis kamera analog dan menggunakan untuk ajang kontes dan lain sebagainya. dari itu semua kini dengan mengetahui dan mempelajari kamera analog/Film tidak ada salahnya bahkan kesulitan banyak terjadi saat menggunakan kamera ini. namun selalu ada cerita dibalik setiap momen pengambilan suatu fotodengan kamera analog ini dengan begitu kamera ini tidak akan kalah saing dibanding kamera dengan bandroll harga puluhan juta.

sumber: http://kameraanalogantik.blogspot.com/2013/09/12-langkah-cara-menggunakan-kamera.html

Artikel Tulisan Softskill



 Review
Mirrorless: Olympus OMD EM1 vs Fujifilm XT1 vs Sony A7

M Ilham Ma'aarij
14112746
3ka18

Dalam setengah tahun terakhir ini, penggemar fotografi dimanjakan dengan banyaknya kamera-kamera mirrorless kelas atas antara lain Sony A7 dan 7R, Olympus OMD EM1 dan Fujifilm XT1. Yang mana yang terbaik? Mari simak ulasan dibawah ini.
Kiri: Olympus OMD EM1, kanan: Fujifilm XT1
Kiri: Olympus OMD EM1, kanan: Fujifilm XT1
Kualitas gambar

Dari ukuran sensor, Sony A7 menang dari kedua kamera lainnya. A7 memiliki sensor berukuran full frame, setara dengan ukuran film dan kamera DSLR Nikon D800 atau Canon 5D. Resolusi gambar Sony A7/R juga lebih detail, yaitu 24MP/36MP dibandingkan dengan 16 MP yang dimiliki Fuji XT1 dan Olympus EM1. Kamera bersensor full frame menghasilkan kualitas gambar yang masih jernih dan tajam di kondisi cahaya yang kurang baik. Kemampuan merekam detail bidang gambar yang sangat terang dan sangat gelap juga lebih baik.
Fujifilm XT1 menyusul dengan sensor X-Trans, yang lebih kecil dari sensor full frame, tapi memiliki desain yang unik dan ketajaman dan kualitas foto di kondisi cahaya gelap tidak jauh berbeda dengan kamera bersensor full frame. Selanjutnya Olympus EM1, yang memiliki sensor four thirds, lebih kecil dari kedua kamera diatas, dan kualitas gambarnya cukup bagus sampai ISO 1600. 

Performance
Tentang kecepatan autofokus, Olympus OMD EM1 dan Fujifilm XT1 kecepatan autofokusnya cukup cepat saat memotret subjek tidak bergerak. Untuk subjek bergerak, tergantung dari lensa yang digunakan, sampai saat ini, lensa Fuji motor autofokusnya sedikit lebih pelan daripada lensa-lensa Olympus dan Panasonic (sistem micro four thirds). Sony A7 dan terutama A7R menduduki peringkat terakhir karena autofokusnya paling lambat terutama di kondisi cahaya yang gelap/indoor.

Interface dan Ergonomis

Fujifilm XT1 desainnya seperti kamera analog/film dengan pengaturan bukaan di lensa, shutter speed dan ISO dibagian atas kamera. Sedangkan Olympus OMD EM1 meskipun dari luar desainnya berkesan klasik, tapi pengaturannya jauh lebih modern daripada XT1. Yang paling modern desainnya tentunya Sony yang lebih simple dan modern. Jika memiliki pengalaman dengan kamera analog tentu akan menyenangi antarmuka XT1, dan yang menyukai kamera dengan kendali modern seperti kamera DSLR akan menyukai Olympus dan terutama Sony. Diantara ketiganya, pegangan (grip) Olympus OMD EM1 yang lebih besar sepertinya akan lebih nyaman dan mantap saat memotret, terutama saat memasang lensa panjang. Selain itu, adanya fitur touchscreen di Olympus memudahkan untuk mengganti daerah/titik fokus. Sebagai info, kamera Fujifilm XT1 dan Sony A7 layarnya tidak touchscreen.

Ekosistem (lensa dan aksesoris)

Soal koleksi lensa dan aksesoris, Olympus yang tergolong dalam micro four thirds yang juga didukung oleh Panasonic memiliki koleksi lensa dan aksesoris paling lengkap  dan dua kali lipat lebih banyak dari koleksi Fujifilm saat ini, Untuk Sony A7, sampai tulisan ini ditulis, baru ada empat lensa (selain lensa kit 28-70mm) yang diproduksi : 35mm f/2.8, 55mm f/1.8, 24-70mm f/4, 70-200mm f/4 OSS. Sony menjanjikan ada 15 lensa yang tersedia dalam dua-tiga tahun kedepan.

Fitur unggulan lain
Olympus EM1 memiliki built-in shift stabilization 5 Axis yang mumpuni untuk mencegah getaran tangan mempengaruhi ketajaman kamera. Fujifilm XT1 punya jendela bidik terbesar, dan cukup inovatif yaitu bantuan manual fokus split-prism seperti di jendela bidik kamera SLR analog/film. Dan keunggulan Sony A7 seperti yang sudah disebutkan diatas, yaitu sensor gambar kamera yang besar.

Kiri: Sony A7R fisiknya sedikit lebih kecil dari Olympus, tapi di dalamnya sensor gambarnya lebih besar 2X lipat
Kiri: Sony A7R fisiknya sedikit lebih kecil dari Olympus, tapi di dalamnya sensor gambarnya lebih besar 2X lipat

Kesimpulan
Untuk kualitas gambar, Sony A7, terutama Sony A7R adalah yang terbaik. Olympus OMD EM1 unggul di kinerja, ergonomi, koleksi lensa dan fitur (stabilization dan touchscreen). Fujifilm XT1 punya desain unik seperti kamera analog dan hasil proses gambarnya klasik dan terlihat alami (seperti era film).
Pada dasarnya semua kamera kualitasnya bagus. Cocok untuk hobi sampai profesional (untuk fotografi jenis tertentu). Jika harus menentukan kamera yang secara keseluruhan terbaik karena banyak kelebihannya, Olympus OMD EM1 yang paling oke. Tapi semua kembali ke selera dan juga kebutuhan masing-masing.

Keunggulan dan kelemahan
Olympus OMD EM1
+ Built in sensor stabilization
+ LCD Touchscreen
+ Autofocus sangat cepat untuk subjek gak bergerak
+ Ergonomi/pegangan lebih baik
+ Koleksi lensa dan aksesoris paling lengkap
– Ukuran sensor gambar paling kecil diantara ketiganya
– Harga kamera cukup tinggi
– Autofokus untuk subjek bergerak kurang
Fujifilm XT1
+ Kualitas gambar bersaing dengan kamera full frame
+ Jendela bidik inovatif, membantu saat manual fokus
+ Desain klasik seperti kamera analog (bisa termasuk minus bagi yang tidak suka)
+ Autofokus untuk mengikuti subjek bergerak relatif cepat, tapi tidak untuk subjek yang bergerak sangat cepat (burung/acara olahraga)
– Koleksi lensa tidak terlalu banyak dan harganya cukup tinggi
Sony A7 dan A7R
+ Resolusi gambar besar (24 dan 36 MP)
+ Sensor gambar full frame
+ Ukuran relatif kecil meskipun sensornya besar
– Kecepatan autofokus paling lambat dibanding kedua kamera diatas
– Kualitas LCD/jendela bidik menurun saat motret di kondisi gelap
– Koleksi lensa masih relatif sedikit / kurang lengkap
– Tidak tahan air (tidak waterproof)

Harga kamera saat artikel ini ditulis
  • Olympus OMD EM1 Rp 18.500.000
  • Fujifilm XT1 body Rp 16.000.000 dengan lensa 18-55mm f/2.8-4 Rp 21.000.000
  • Sony A7R body Rp 25.200.000
  • Sony A7 dengan lensa 28-70mm f/3.5-5.6 Rp 22.100.000                
 Sekian


Sumber: http://www.infofotografi.com/blog/2014/03/duel-tiga-raja-mirrorless-olympus-omd-em1-vs-fujifilm-xt1-vs-sony-a7/